Ada Apa Dengan Pembangunan Kampus Hari Ini?
11.31
Beberapa bulan setelah memasuki tahun
ajaran 2014-2015, ada yang berbeda dari setiap sudut di kampus merah. Jika kita
menelisik lebih dalam dan lebih jauh, terjadinya restrukturisasi pada tatanan
birokrasi di kampus merah, mulai dari tingkat rektorat hinga dekanat di
fakultas. Restrukturusisai pada tatanan birokrasi kampus tersebut berdampak
pula pada pembangunan infrastruktur yang ada di kampus.
Memasuki kawasan kampus, tak jarang akan
kita temui lahan-lahan garapan para kontraktor dalam menata dan mempercantik
kampus. Setiap fakultas berbenah, mempercantik dirinya dengan berbagai jenis
pembangunan fisik yang menyejukkan mata. Setiap fakultas memperelok diri,
dengan perbaikan dan pembngunan yang hampir serentak dilakukan.
Di fakultas ekonomi terjadi
pembanguanan lahan parkir untuk mahasiswa, WC yang telah ada sebelumnya di
perindah dan kemudian pembangunan ruang-ruang Lembaga Mahasiswa (himpunan).
Himpunan di fakultas ekonomi dipericantik dengan hadirnya “pintu kaca”, hal
ini kemudian manambah kesan ekslusifan pada “rumah” lembaga mahasiswa tersebut.
Ruang LEMA yang sebelumnyat ak teratur kini mulai terlihat rapi dan bersih. Disisi
lain pembangunan tersebut terkesan seperti pembatasan yang ingin dilakukan
pihak birokrasi terhadap LEMA. Hadirnya pintu dengan ornament “kaca nya” di
analogikan sebagai poembatasan yang akan membatasi ruang-ruang gerak LEMA. Dan
lema hanya akan bergerak diwilayah “pintu kaca” tersebut. Sangat jauh dengan
apa yang menjadi tujuan dari LEMA itu sendiri.
Di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
(FISIP) pembangunan yang dilakukan pihak
fakultas juga merambah rumah LEMA. Himpunan LEMA yang semula berada didekat ruang
perkuliahan, dipindahkan ke bangunan yang justru semakin jauh dari mahasiswa,
dengan ruangan yang lebih kecil dari sebelumnya. Hal tersebut membuat mahasiswa
yang aktiv di LEMA bereaksi keras. Pasalnya keputusan yang dilakukan adalah
keputusan sepihak dari pihak pimpinan fakultas, dan letak runag lema yang
semakin jauh dari mahasisa akan berdampak pada proses pengkaderan yang akan
dilakukan LEMA. Yang kemudian sangat ditakutakan para aktivis sospol adalah intervensi
yang dilakukan pihak fakultas terhadap lema bukan hanya akan merecokki
infrastrukturnya, namun akan merambah hingga suprastruktur dari lema itu sendiri.
Tak berbeda dengan yang terjadi di
FISIP, pembangunan fisik yang dilkukan pihak fakultas Kehutanan juga menyentuh
ranah-ranah kebebeasan LEMA. Keputusan birokrasi fakultas yang memindahkan
himpunana mahasiswa ke wilayah yang juah dari fakultas (ke kampung kera-kera),
mulai memunculkan pertnyaan pertanyaan dalam benak mahasiswa. Apa sebenaranya
yang diinginkan pihak kampus? Apa tuuan dari keputusan pembnguanan yang dilkukan
pihak kampus? Apakah memang LEMA ingin dijauhkan dari mahasiswa? Ada Apa Dengan
Pembangunan Kampus Hari Ini?
Melihat kondisi-kondisis yang terjadi
saat ini, adalah sebuah gambaran yang menjelaskan bahwa pola-pola pengkaderan
hingga pergerakan yang dilakukan LEMA mampu dibaca oleh pihak Birokrasi kampus.
Hadirnya kemudian setiap keputusan yang adalah buah dari telaah pola-pola pergerakan
yang telah berlangsung lama dikampus. Birokrasi terus mengamati dan mencari
solusi agar terjadi penyeragaman cita-cita anatara LEMA dan Birokrasi tersebut.
Lebih dari itu pula, pembangunan yang
terjadi tidak hanya pada tataran fisik saja. Pembangunan nonfisik juga di
lakukan pihak birokrasi lewat
pembangunan karakter yang dijewantahkan dalam program BCSS. Program
wajib bagi setiap mahasiswa ini semula berama BSS, dan sejak 2 tahun terakhir
telah bertransformasi nama menjadi BCSS (Basic Character and Study Skill) dengan masa pelaksanaan yang juga
semakin diperpanjang dari semula yang hanya dilakukan selama 2 hari kini
menjadi 4 hari .
Pembngunan karakter penting untuk
dilakukan, namun yang disayangkan Lema adalah pembangunan karakter yang selama
ini menjadi cita-cita lema justru di patok dan diambil alih oleh pihak
birokrasi dengan memeperpanjang waktu pelaksanaan BCSS, dan menghambat prosesi
pengkaderan yangs seharusnya telah dilakukan oleh LEMA. Jika memang tujuan dari
birokrasi adalah membangun karakter mahasiswa, maka libatkan pula lema
didalamnya. Karena selama ini LEMA ada untuk membangun karakter mahasiswa
dengan membagi nilai-nilai idealis yang semestinya dianut oleh setiap
mahasiswa.
Dalam aktulisasinya,
terjadi pembenturan kepentingan antara lema dan Birokrasi. Terjadi perbedaan
cita-cita antara LEMA dan Birokrasi. Ketimpangan kepentingan ini terlihat dari
tujuan darn cita-cita kedua pihak. Indicator majunya sebuah birokrasi adalah persetasi
(prestisius), sementara indikator majuanya sebuah LEMA adalah kaderisasinya. Pihak
Birokrasi lebih menekankan pembangunan karakter pada apa yang dibutuhkan pasar
saat ini, sangat jauh berbeda dengan LEMA yang menjunjung nila-nilai kebenaran
dalam proses kaderisassinya.
Hal ini memunculkan pertanyaan dalam
benak lema, Apakah memang lema ingin dijauhkan atau memang cita-cita pembangunan
karakter lema berbeda dengan yang dicita-citakan birokrasi? Ada apa dengan pemabngunan
kampushari ini?
Kebebasan mahasiswa adalah bersuara,
namun saat suara tersebut tidak memiliki pengaruh maka pergerakanalah yang
harus dilakukan. LEMA dan Birokrasi akan terus bertentangan dalam hal
kepentingan. Hal ini akan menjadi cambuk untuk lema sendiri. Ketika pola-pola
pergerakannya telah dibaca oleh pihak birokrasi, adalah sebuah fakta bahwa pola
yang selama ini di lakukan LEMA monoton sehingga mudah bagi pihak birokrasi
untuk mengambil alih peranan dan eksistensi lema itu sendiri, Kreativitas LEMA
kemudian dipertnyakan. Bagaiman kemudian lema menanggapi setiap pertentangan
tersebut. Mahasiswa tek perlu naïf bahwa mereka tidak membutuhkan fasilitas
yang memadai, namun mahasiswa juga tak boleh hanyut dan ternggelam dengan
kenikmatan yang disediakn. Memanfaatkan fasilitas yang hadir sebagai acuan
untuk lebih produktif dalam bekerja adalah hal positif yang dapat dilakukan
BCSS, perbaikan ruang LEMA dan banhkan
keputusan pemindahan markas LEMA adalah sebuah hal positif dalam pembngunan.
Namun hal itu kemudian menjadi pertanyaan ketika “ada udang dibalik batu”. Idealis mahasiswa tida dapat dibeli dengan
fasilitas yang diberikan pihak birokrasi. Jangan tidur dan jangan larut didalamnya, kevakuman hanya
milki mereka yang tak berpikir. Jika Socrates mengatakan aku berpikir maka aku
ada, maka bangaimana dengan mereka yang disebut tak “berpikir”.
0 komentar
I need an editor, leaving your comment please.. ^_^