Aku berkisah akan waktu padamu, sebuah etalase zaman yang berhasil
kita pecahkan.
Aku berkisah akan rindu padamu, yang selalu lekat dalam ingatan
meski tak nampak dalam kegiatan.
Aku akan berkisah tentang kita yang telah membuat waktu iri pada
rindu yang kita ciptakan
Sebuah sajak rindu untukmu, sahabat masa kecilku.
Dear amma,
Kau ingat saat pertama kita bertemu?
Jujur aku lupa. Mungkinkah saat kita TK ditempat yang sama?
Kau ingat saat pertama kita
berbincang? Jujur aku lupa. Mungkinkah saat pertama kita bermain bersama?
Kau ingat saat pertama kali kita
memutuskan untuk berteman? Jujur aku lupa atau mungkin ikrar ini tidak ada.
Kau ingat waktu kita menyadari semua ini?
mungkin hari ini, saat aku menulis sajak ini. atau mungkin nanti, saat kamu
membaca sajak ini.
Umurku sekitar 4 atau 5 tahun saat
pertama kali melihatmu. Aku lupa akan kepastian itu.
Yang aku ingat, aku memilki seorang
teman, teman masa kacil.
Teman saat aku menanti jemputan
sepulang sekolah.
Teman saat berlari bersama pulang
kerumah karena jemputan yang tak kunjung datang.
Teman yang menemaniku saat tak
kudapati orang-orang dirumah.
Aku ingat akan sebuah kisah, saat dengan
lembutnya kau rangkul aku untuk melewati siang bersama diruahmu. Saat itulah
baru kusadari ternyata kita bertetangga.
Mungkinkah sejak saat itu kita lama
berbincang?
Kita melewati masa-masa sekolah
bersama
TK, SD, SMP,SMA di tempat yang sama
Mungkinkah saat itu ada ikrar sahabat?
Kita memasuki etalase waktu baru saat
berumur 18 tahun.
Saat dimana kita diberikan waktu untuk
berpisah.
Namun ini sementara,
Kita dipertemukan kembali di
universitas bahkan fakultas yang sama.
Tahukah kamu maksud Tuhan menuliskan
kisah ini pada kita?
Mungkin Tuhan sedang memberi kita kesempatan.
Kesempatan untuk menyadari bahwa kita
memang sahabat.
Tapi pernahkah ikrar sahabat itu kita
ucapkan?